Entri Populer

Senin, 28 Maret 2011

GEOPOLITIK DAN GEOSTRATEGI

GEOPOLITIK
1. Latar Belakang
Paham geopolitik bangsa Indonesia dirumuskan dalam wawasan nusantara. Geopolitik merupakan pandangan baru dalam mempertimbangkan faktor geografis wilayah negara dalam upaya mencapai tujuan nasional bangsa Indonesia.
Geografis wilayah Indonesia memiliki ciri yang spesifik:
1. NKRI merupakan negara kesatuan.
2. Indonesia diapit oleh dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudera (Pasifik dan Hindia).
3. Wilayah nusantara berada di garis khatulistiwa, dilalui oleh Geostationary Satelite Orbit (GSO)
2. Geomorfologi Negara
Negara berdasarkan bentuk geografi dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Negara dikelilingi daratan
b. Negara berbatasan dengan laut dapat dibedakan :
• Negara pulau terdiri dari satu atau beberapa pulau
• Negara pantai
• Negara kepulauan
3. Perkembangan Teori Geopolitik
a. Teori Ruang {Frederich Ratzel (1844-1904)}
Negara adalah ruang lingkup tempat bernaung sekelompok masyarakat. Ruang lingkup yang luas memberi peluang negara bertahan, kuat, dan maju. Bangsa yang kuat akan tetap hidup dan bertahan sesuai hukum alam.
b. Teori Kekuatan (Rudolf Kjelen)
c. Teori Kombinasi {Karl Houshofer (1896-1946)}
d. Teori Geopolitik Halford Mackinder : barang siapa dapat menguasai eurasia, ia akan menguasai dunia
e. Teori Geopolitik Sir walter Releigh dan Alfred T. Mahan (konsep kekuatan laut)
f. Teori Geopolitik Giulio Douhet dan wiliam Mitchel (Konsep kekuatan di udara)
g. Teori Geopolitik Nicholas J. Spijkman (konsep daerah batas)

Geopolitik Indonesia
Istilah wawasan berasal dari mawas berarti memandang, atau mengamati. Sedangkan wawasan berarti cara pandang. Wawasan Nasional bangsa Indonesia dinamakan Wawasan Nusantara yang merupakan implementasi perjuangan pengakuan sebagai negara kepulauan yang disesuaikan dengan kemajuan jaman.
Geopolitik Indonesia dinamakan wawasan nusantara yaitu cara pandang bangsa Indonesia tentang diri yang bhinneka dan lingkungan geografis yang berwujud negara kepulauan berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dan sejarah.
Hakikat tujuan Wawasan Nusantara adalah kesatuan dan persatuan dalam kebhinekaan.

Wajah Wawasan Nusantara mempunyai empat muka yaitu:
1. Wawasan Nusantara sebagai landasan konsepsi Ketahanan Nasional
2. Wawasan Nusantara sebagai Wawasan Pembangunan Nasional
3. Wawasan Nusantara sebagai Wawasan kesatuan Pertahanan Nasional
4. Wawasan Nusantara sebagai Wawasan Kewilayahan.
GEOSTRATEGI INDONESIA
1. Latar Belakang
Geostrategi adalah perumusan strategi nasional dengan memperhitungkan konstelasi geografi negara, dalam menentukan kebijakan, tujuan, serta sarana-sarana untuk mencapai tujuan nasional. Geostrategi Indonesia diwujudkan dalam bentuk ketahanan nasional negara tetap eksis dalam.
2. Perkembangan Konsep Geostrategi Indonesia (Ketahanan Nasional)
a. Konsep ketahanan Nasional berawal dari perkembangan lingkungan strategis Indonesia di tandai dengan meluasnya pengaruh komunis yang perlu dipelajari agar dapat dicegah.
b. Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) tahun 1968 mengembangkan keuletan, daya tahan dan kekuatan nasional dalam menghadapi dan menangkal ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan dari luar dan dalam negeri.
c. Sejak tahun 1972 Lemhanas, geostrategi Indonesia sebagai metode mengembangkan dengan pola pendekatan keamanan dan kesejahteraan serta menjaga integritas.
d. Rumusan geostrategi Indonesia sebagai kondisi, metode, dan doktrin dalam pembangunan
3. Ketahanan Nasional sebagai Perwujudan Geostrategi
Untuk mempertahankan ekasistensi bangsa Indonesia diperlukan kemampuan menghimpun kekuatan – kekuatan dari luar menjadi kekuatan nasional, begitu pula sebaliknya pengaruh buruk didalam negeri dapat dieliminir sampai tidak berdampak terhadap pembangunan nasional.
4. sifat Geostrategi Indonesia
a. Bersifat daya tangkal: dalam kedudukannya sebagai konsepsi penangkal geostrategi Indonesia ditujukan untuk menangkal segala bentuk ancaman terhadap identitas dan integritas, serta eksistensi bangsa dan negara Indonesia
b. Bersifat developmental : mengembangkan potensi kekuatan nasional dalam ideologi, politik, ekonomi, sosbud, pertahanan dan keamanan untuk kesejahteraan rakyat.
5. Hakikat dan Konsepsi Ketahanan Nasional
Hakikat Ketahanan Nasional adalah keuletan dan ketangguhan bangsa yang mengandung kemampuan bangsa Indonesia untuk menjamin kelangsungan hidup menuju kejayaan bangsa dan negara. Hakikat konsep ketahanan nasional adalah pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan secara seimbang dalam segala aspek kehidupan.
6. Asas Ketahanan Nasional
1. Asas kesejahteraan dan keamanan
2. Asas menyeluruh terpadu/komperhensif integral
3. Asas mawas kedalam dan keluar
4. Asas kekeluargaan

7. Sifat Ketahanan Nasional
1. Mandiri : merupakan prasyarat menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dalam perkembangan global.
2. Dinamis : kondisi ketahanan nasional selalu berubah mengikuti tantangan dari lingkungan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
3. Wibawa : kualitas ketahanan berkorelasi positif terhadap kewibawaan nasional dalam menghadapi berbagai macam ancaman.
4. Konsultasi dan kerjasama : dalam konsep ketahanan nasional lebih mengandalkan diplomasi dan kerja sama yang bersifat kooperatif dalam menghadapi sengketa.

Perwujudan Ketahanan Nasional Indonesia dalam aspek alamiah
1. Posisi dan lokasi geografis Indonesia : memiliki kerawanan karena sangat terbuka dari ancaman luar.
2. Keradaan dan kekayaan alam: asas pemanfaatan alam harus berdasarkan :a) asas maksimum; b) asas lestari; dan c) asas berdaya asing.
3. Keadaan dan kemampuan rakyat Indonesia
Perwujudan Ketahanan Nasional Indonesia dalam aspek alamiah:
a. Ketahanan di bidang Ideologi
b. Ketahanan di bidang Politik
c. Ketahanan di bidang Ekonomi
d. Ketahanan di bidang SosBud
e. Ketahanan di bidang Pertahanan keamanan.

8. Geostrategi ditinjau dari Ketahanan Regional
Negara-negara dikawasan Asia Tenggara (ASEAN) perlu mengadakan kerja sama yang lebih erat. Peningkatan rasa kebersamaan diantara anggota akan memacu stabilitas politik ekonomi, dan militer.


9. Tantangan menjaga Keutuhan Negara Kepulauan Republik Indonesia
1. Perbatasan luar: perlu dilakukan upaya pemerintah untuk segera menyelesaikan masalah perbatasan dengan skala prioritas 12 pulau yang paling rawan.
2. Perbatasan darat : kasus disepanjang Kalimantan Utara harus segera diselesaikan. Jangan sampai perbatasan terus bergeser yang merugikan Indonesia.
3. Inventarisasi pulau-pulau NKRI, perlu dilaksanakan segera terutama untuk memenuhi permintaan PBB.
4. ALKI perlu dipertahankan jangan sampai ditambah karena konflik banyak terjadi di alur yang dilalui ALKI.
10. Potensi ATHG dalam Negeri terhadap Ketahanan Nasional
GAM, OPM, RMS merupakan ancaman secara nyata yang harus segera diwaspadai dan dituntaskan. Gangguan yang menimpa Indonesia yang terus terjadi harus ditanggulangi seperti bencana alam, krisis multi dimensi, dan perkembangan lingkungan.

Tantangan Pakta – pakta militer terhadap kedaulatan NKRI
• SEATO ( USA dan anggota ASEAN kecuali Indonesia)
• COFA (USA, Kep. Marshall, Marianas Utara, Mikronesia Selatan dan Rep. Palau)
• FPDA ( Australia, New Zaeland, Malaysia, Singapura, UK)
• ANZUS ( Australia, New Zaeland, dan USA)

POLITIK STRATEGI NASIONAL

A. POLSTRANAS DAN ASPEK-ASPEK PENDUKUNGNYA
1. Pengertian Politik, Strategi, dan Polstranas
a. Pengertian Politik
Kata “politik” secara etimologis berasal dari bahasa Yunani politea, yang akar katanya adalah polis, berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri, yaitu negara, dan teia yang berarti urusan. Dalam bahasa Indonesia, politik adalah suatu rangkaian asas, prinsip, keadaan, jalan, cara, dan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu yang dikehendaki.
Politik membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan negara, kekuasaan, pengambil keputusan, kebijakan, dan distribusi atau alokasi sumber daya.
1) Negara
Suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang ditaati oleh rakyatnya.
2) Kekuasaan
Kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai keinginannya.
3) Pengambilan Keputusan
Dalam pengambilan keputusan, perlu diperhatikan siapa pengambil keputusan itu dan untuk siapa keputusan itu dibuat.
4) Kebijakan umum
Suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seseorang atau kelompok politik dalam memilih tujuan dan cara mencapai tujuan tersebut.
5) Distribusi
Pembagian dan pengalokasian nilai-nilai dalam masyarakat.


b. Pengertian Strategi
Strategi berasal dari bahasa Yunani strategia yang diartikan sebagai seni seorang panglima yang biasanya digunakan dalam peperangan. Strategi pada dasarnya merupakan seni dan ilmu dalam menggunakan serta mengembangkan kekuatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
c. Politik dan Strategi Nasional
Politik nasional diartikan sebagai kebijakan umum dan pengambilan kebijakan untuk mencapai suatu cita-cita dan tujuan nasional. Strategi adalah cara melaksanakan politik nasional dalam mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan dalam konteks politik nasional.
d. Dasar Pemikiran Penyusunan Politik dan Strategi Nasional
Dalam penyusunan politik dan strategi nasional perlu dipahami pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam sistem manajemen nasional yang berlandaskan ideologi Pancasila, UUD 1945, wawasan nusantara, dan ketahanan nasional.
e. penyusunan Politik dan Strategi Nasional
Mekanisme penyusunan politik dan strategi nasional ditingkat suprastruktur politik diatur oleh presiden setelah menerima GBHN. Selanjutnya presiden menyusun program kabinet dan memilih menterinya. Adapun yang dilaksanakan oleh presiden sesungguhnya merupakan politik dan strategi nasional yang bersifat pelaksanaan.
2. Stratifikasi Politik Nasional
a. Tingkat Penentu Kebijakan Puncak
1) mencakup penentuan UUD, penggarisan masalah makropolitik bangsa, dan negara untuk merumuskan tujuan nasional berdasarkan falsafah Pancasila dan UUD 1945.
2) Dalam hal dan keadaan yang menyangkut kekuasaan kepala negara, seperti tercantum pada pasal 10 sampai dengan pasal 15 UUD’45, tingkat penentuan kebijakan puncak ini juga mencakup kewenangan presiden sebagai kepala negara.
b. Tingkat Kebijakan Umum
Merupakan tingkat kebijakan dibawah tingkat kebijakan puncak yang lingkupnya juga menyeluruh nasional dan berupa penggarisan mengenai masalah makro-strategis untuk mencapai tujuan nasional dalam situasi dan kondisi tertentu.

c. Tingkat Penentu Kebijakan Khusus
Kebijakan khusus merupakan penggarisan terhadap suatu bidang utama pemerintahan.
d. Tingkat penentuan Kebijakan Teknis
meliputi penggarisan dalam satu sektor dari bidang utama diatas dalam bentuk prosedur serta teknik untuk mengimplementasikan rencana, program, dan kegiatan. Kebijakan teknis ini dilakukan oleh kepala daerah, provinsi, dan kabupaten/kota.
3. Politik Pembangunan Nasional dan Manajemen Nasional
Tujuan politik bangsa Indonesia telah tercantum dalam pembukaan UUD’45. Dengan demikian, politik pembangunan harus berpedoman pada pembukaan UUD 1945. Politik pembangunan sebagai pedoman dalam pembangunan nasional memerlukan kepaduan tata nilai, struktur, dan proses.

Unsur, Struktur, dan Proses Manajemen Nasional
a. Negara sebagai “organisasi kekuasaan” mempunyai hak dan peranan atas pemilikan, pengaturan, dan pelayanan yang diperlukan dalam mewujudkan cita-cita bangsa.
b. Bangsa Indonesia sebagai unsur ‘Pemilik Negara’ berperan dalam menentukan sistem nilai dan arah negara yang digunakan negara sebagai landasan.
c. Pemerintah sebagai unsur “manajer atau penguasa” berperan dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan.
d. Masyarakat adalah unsur “Penunjang dan Pemakai” yang berperan sebagai kontributor, penerima, dan konsumen.
e. Fungsi Sistem Manajemen Nasional: fungsi di sini dikaitkan dengan pengaruh, efek, atau akibat dari terpadunya sebuah organisasi atau sistem dalam rangka pembenahan serta penyesuaian dengan tata lingkungannya untuk memelihara kelangsungan hidup dan mencapai tujuan-tujuannya.
4. Permasalahan dan Agenda Pembangunan Nasional
a. Permasalahan Pembangunan Nasional
1. Masih rendahnya pertumbuhan ekonomi
2. Kualitas SDM Indonesia semakin rendah
3. Kesenjangan pembangunan antardaerah masih lebar
4. Belum tuntasnya penanganan terhadap aksi separatisme di Aceh dan Papua
5. Masih tingginya kejahatan nasional dan transnasional.
b. Prioritas Pembangunan Nasional
1. Peningkatan saling percaya dan harmonisasi antar kelompok masyarakat
2. Pencegahan penanggulangan separatisme.
3. Pencegahan dan penanggulangan gerakan aksi terorisme.
4. Penghapusan diskriminasi dalam berbagai bentuk
5. Revitalisasi proses desentralisasi dan otonomi daerah
6. Perwujudan lembaga demokrasi yang makin kokoh
7. Penanggulangan kemiskinan
8. Peningkatan investasi dan ekspor nonmigas
9. Revitalisasi pertanian.

B. Otonomi Daerah
1. Pengertian Otonomi Daerah
Sistem desentralisasi adalah sistem ketika sebagian urusan pemerintahan diserahkan pada daerah untuk menjadi urusan rumah tangganya. PBB pada tahun 1962 memberikan pengertian desentralisasi sebagai berikut: pertama, dekonsentrasi yang juga disebut dekonsentrasi politik (Zuhar:1994).
2. Tingkat Desentralisasi
Wahab (1994) menjelaskan tingkat desentralisasi:
a. Dekonsentralisasi, pada hakikatnya bentuk desentralisasi yang kurang ekstensif, hanya sekadar pergeseran beban kerja dari kantor-kantor pusat departemen ke pejabat staf tanpa wewenang.
b. Delegasi, bentuk lain dari desentralisasi adalah delegasi pembuatan keputusan dan kewenangan manajemen untuk melaksanakan fungsi-fungsi publik tertentu.
c. Devolusi, merupakan desentralisasi politik.
3. Manfaat Desentralisasi
Rondinelli (1981) menjelaskan manfaat desentralisasi:
a. Desentralisasi merupakan sarana untuk memangkas sejumlah ‘red tape’ dan prosedur yang terlalu kaku
b. Desentralisasi akan memungkinkan penetrasi politik dan administrasi atas kebijakan pemerintah nasional/pusat hingga ke daerah-daerah pelosok terpencil
c. Desentralisasi memungkinkan terwakilinya berbagai kelompok politik, keagamaan, serta kesukuan/etnis dalam pembuatan keputusan pembangunan.
4. Instrumen Desentralisasi
a. Harus ada ruang selain institusi negara, artinya dalam pelaksanaan desentralisasi dimungkinkan adanya ruang publik yang bebas
b. Harus memungkinkan lahirnya institusi nonpemerintah yang merdeka atau civil society
c. Munculnya Non-Government Organizations dan Grass Root Organizations.

C. Sistem Pembangunan Keamanan Rakyat Semesta (Sishamkamrata)
Berlandaskan pasal 30 Uud 1945 ayat (2) kita menganut Sishamkamrata, yaitu sistem pertahanan yang melibatkan segenap potensi yang dimiliki negara, di mana rakyat berperan sebagai kekuatan dasar dan TNI sebagai kekuatan inti.
Sesungguhnya doktrin Sishamkamrata ini diangkat dari sejarah perjuangan kemerdekaan yang berbasiskan sistem gerilya yang melibatkan seluruh rakyat Indonesia. Dalam doktrin Sishamkamrata negara tidak hanya berhak memobilisir rakyat Indonesia saja, tetapi segenap sumber daya, sarana dan prasarana yang diperlukan dalam bela negara. Di dalam Sishamkamrata terdapat tiga komponen, yaitu komponen utama (TNI/POLRI), komponen cadangan (Wankamra dan Limas), serta komponen pendukung (SDA/buatan, sarana, dan prasarana lainnya).

D. Strategi Pemberantasan Korupsi
Pancasila sebagai landasan ideologi bangsa Indonesia saat ini tengah mengalami krisis identitas. Refleksi gerakan pemberantasan korupsi sejak kuranglebih 52 tahun yang lampau sarat dengan tujuan memberikan penjeraan dengan penjatahan hukuman seberat-beratnya kepada para pelaku korupsi disertai keinginan keras memberikan kemanfaatan bagi pengembalian keuangan negara yang telah diambil pelakunya.

KABAR GEMBIRA!!!!!

Minggu, 27 Maret 2011


<script>
/** Buruan, jangan sia-s **/
var sitti_pub_id = "BC0007812";
var sitti_ad_width = "336";
var sitti_ad_height = "280";
var sitti_ad_type = "2";
var sitti_ad_number = "3";
var sitti_ad_name = "Buruan, jangan sia-s";
var sitti_dep_id = "12146";
</script>
<script src="http://stat.sittiad.com/delivery/sittiad.b1.js"></script>

Kekayaan alam Sumatera Utara

Perlambatan perekonomian dunia saat ini, yang dimulai dari keterpurukan pasar finansial, kembali memalingkan pandangan investor untuk memasuki pasar komoditi. Kondisi ini mengulang kembali keadaan ketika krisis moneter melanda daerah Asia terutama Asia Tenggara yang dimulai dari keterpurukan bath Thailand. Pada krisis 1998 ini, satu hal yang patut menjadi fokus di tengah keterpurukan perekonomian Indonesia adalah peningkatan pertumbuhan nilai ekspor nilai ekspor, yang didominasi oleh komoditi hasil alam Indonesia.

Pada tahun 1999, ekspor Indonesia menguat 1.73%, dan kemudian melompat pada tahun 2000 menguat 27.6%, dimana sebelumnya pada tahun 1996-1997, anjlok 10.52%. Pada saat yang sama, besar pertumbuhan Indonesia masih dalam taraf pemulihan. Pada tahun 1999 berkisar pada angka 0.8%, sedangkan pada tahun 2000 pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 4.9%, setelah 1998, minus 13.13%. Berdasarkan data tersebut, jika diperbandingkan pertumbuhan ekonomi 1999-2000, maka lonjakan nilai pertumbuhan ekspor mampu berkontribusi bagi perekonomian di tengah-tengah resesi.

Tidak hanya 1998, saat ini pun pola aksi hedging investor difokuskan pada perdagangan komoditi mengingat, pola konsumsi tidak dapat terpisahkan oleh barang-barang komoditi seperti bahan pangan. Indonesia sebagai negara agraris memiliki wilayah potensial dalam sektor perkebunan dan pertenian untuk menghasilkan komoditi perdagangan dunia. Salah satu daerah yang memiliki potensi alam pertanian dan perkebunan tersebut adalah Propinsi Sumatera Utara.

Sematera Utara memiliki areal pertanian seluas 277,255 ha, dengan luas areal perkebunan sebesar 1.788.943 ha pada akhir tahun 2006, yang dibagi dalam tiga keemilikan yaitu perkebunan rakyat, pemerintah dan swasta, dengan kepemilikan terbesar oleh rakyat. Seperti memiliki spesialisasi potensi, Sumatera Utara didomonasi oleh kekayaan alam perikanan, pertanian dan perkebunan, yang berbeda dengan DI Aceh yang diperkaya oleh pertambangan serta pengilangan minyak dan gas bumi.

Kapasitas Produksi Akan Komoditi Utama Perdagangan Dunia

Sumatera didominasi oleh lahan-lahan areal perkebunan dan pertanian. Luas area lahan pertanian untuk jenis sawah sampai pada sensus 2005, sebesar 277255 ha. Pada tahun yang sama, produksi padi yang dihasilkan dari area persawahan tersebut mencapai 3.447.784 ton, sekitar 12 ton/hektar. Tidak hanya padi sebagai pemenuhan kebutuhan pangan domestik, lahan pertanian dan perkebunan Sumatera Utara juga difokuskan pada komoditi perdagangan internasional, sebagai orientasi ekspor.

Berbagai komoditi perkebunan yang difokuskan untuk perdagangan global yaitu seperti Jagung, Kedelai, Kopi, Kelapa Sawit, Kakao dan Karet. Luas area perkebunan yang dikelola secara total untuk kebutuhan tanaman tersebut mencapai 1.594.601 ha, yang didominasi oleh luas perkebunan sawit sebesar 57% dari keseluruhan. Namun, jika dibandingkan produktivitas dari berbagai hasil perkebunan tersebut maka Karet sebesar 0.77ton/ha, Kopi 0.71 ton/ha, Kakao 18 ton/ha, Kedelai 1.2 ton/ha, Sawit 15 kuintal/ha, sedangkan Jagung 56 ton/ha.

Berdasarkan kapasitas produksi di atas, terdapat kondisi inefisien dalam mencapai optimisasi produktivitas, dimana sawit mendapat pengelolaan lahan terbesar namun, masih sedikit menghasilkan. Hal ini terjadi diakibatkan bahwa pemerintah daerah baru memulai pengembangan perkebunan sawit tersebut. Berdasarkan data ini, terdapat indikasi masih besar dana investasi yang dibutuhkan untuk mendorong perkebunan kelapa sawit di Sumatera, mengingat potensinya yang besar di pasar dunia. Minyak Kelapa Sawit memiliki manfaat pangan dan energi di masa mendatang, dan dengan pasar finansial dalam kondisi fluktuatif, dana transaksi yang sifatnya spekulatif mengalihkan ke perdagangan kelapa sawit atau CPO di pasar Malaysia, sehingga harga menguat.

Beberapa hal yang perlu difokuskan dengan adanya data rata-rata tahunan produktivitas perkebunan tersebut, adalah Indonesia masih merupakan negara dengan model pertanian dan perkebunan yang tradisional dan belum berkembang menjadi negara dengan model pertanian dan perkebunan yang modern atau sudah menjadi Industri bahan pangan. Berbeda dengan negara Jepang dan negara maju lainnya seperti Amerika Serikat, yang pertaniannya sudah didukung dengan teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan, sehingga produksinya tidak banyak bergantung oleh kondisi alam dan cuaca.

Daerah-daerah yang menjadi fokus pemerintah daerah Sumatera Utara dalam pengembangan komoditi internasional tersebut salah satunya adalah Tebing Tinggi. Tebing Tinggi memegang tiga komoditi pertanian utama yaitu Sawit, Kelapa dan Karet. Oleh karena itu, produksi kota Tebing Tinggi didominasi oleh pengolahan hasil pertanian dan perkebunan. 23.87% dari total PDRB Tebing Tinggi didorong oleh sektor tersebut. Untuk seluruh Sumatera Utara, hasil perkebunan mampu menyumbangkan 9.13%. Ini berarti hampir sepertiga dari hasil perkebunan di Sumatera Utara dihasilkan oleh Tebing Tinggi. Oleh karena itu usaha pengolahan Kelapa Sawit masih layak untuk diusahakan di Sumatera.

Kemampuan Sektor Perikanan Sumatera Utara

Sumatera Utara dibatasi oleh Selat Malaka di Timur dan Samudera Hindi di sebelah Barat, namun kemampuan potensi laut atau perikanan di Sumatera Utara masih dibawah potensinya. Pertahun tercatat bahwa rata-rata produksi perikanan Sumatera Utara hanya mencapai 917.000 ton, atau 10.37% dari potensi yang ada. Hal ini tergambar dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto Regional Sumatera Utara dari sektor perikanan melonjak dari thun ke tahun. Pada tahun 2002, pertumbuhan sektor ini masih mencapai 2.2%, sedangkan perkembangan infrastruktur dan saranan pendukung telah mencatat lonjakan pertumbuhan mencapai 19% pada tahun 2005, dan kuartal pertama 2006 tercatat tumbuh 7%.

Secara keseluruhan sektor perikanan hanya mampu berkontribusi 2.44% dari keseluruhan PDRB Non Migas. Pada tahun 2006, Sumatera Utara berhasil menghasilkan produksi perikanan senilai 3.7 trilyun rupiah. Kondisi ini menunjukkan masih berpotensinya Sumatera Utara untuk dikembangkan lebih lagi perikanannya, mengingat produksi masih dibawah potensial. Pertumuhan ekonomi Sumatera Utara tercatat sebesar 18.2% pada tahun 2005 dan pada kuartal pada tahun 2006 mengalami pertumbuhan sebesar 15%. Hal ini berarti pertumbuhan perikanan pada tahun 2005, hampir berkontribusi 1% pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Oleh karena itu sektor perikanan masih layak ditelusuri lebih jauh lagi.

Berdasarkan paparan di atas maka, Sumatera Utara masih memberikan peluang emas bagi Indonesia untuk menggerakan sektor primer secara keseluruhan. Pada tahun 2005, inflasi di Sumatera Utara terutama di Medan tercatat 23%, sedangkan pertumbuhan ekonomi regional mencapai 18.3%, kondisi ini menunjukkan dampak positif peningkatan harga, yaitu dorongan pertumbuhan ekonomi, terutama sektor perkebunan dan perikanan yang masih harus dikembangkan.(KP)

sumber : vibiznews.com 

Rekonsiliasi Hukum dan Dampak Sosial Politik di Masyarakat


Salah satu upaya Negara untuk membangun kembali bangsa Indonesia yang sarat dengan konflik sosial dan korban militerisme adalah dengan membuat mekanisme penyelesaian secara hukum, yaitu dengan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Upaya ini sepertinya dilandasi pemikiran yang amat bijak: Untuk mengungkap kebenaran  serta menegakkan keadilan dan membentuk budaya menghargai hak asasi manusia sehingga dapat diwujudkan  persatuan nasional. Tujuan pengungkapan kebenaran yang dinyatakan Negara adalah untuk kepentingan para korban atau keluarga korban yang merupakan ahli warisnya untuk mendapatkan kompensasi, restitusi, dan/atau rehabilitasi.
Namun demikian, kita memang harus mulai memikirkan apakah produk hukum Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi ini memang mampu menyelesaikan masalah? Apakah mekanisme hukum yang ada mampu menyelesaikan konflik sosial, militerisme dan menghancurkan tembok-tembok yang ada di kehidupan masyarakat kita? Mari kita cermati satu persatu dan dampak apa yang mungkin menyertainya:

I. Makna kebenaran

Kebenaran di sini dibatasi pada suatu peristiwa yang dapat diungkap berkenaan dengan pelanggaran hak asasi manusia yang berat, baik mengenai korban, pelaku, tempat maupun waktu. Kata dapat diungkap di sini amat tergantung pada kemampuan, kewenangan dan kemauan komisi. Tentunya juga yang terutama adalah itikad baik pihak pelaku dan itikad baik Negara untuk mengungkapkannya. Ada begitu banyak wilayah abu-abu dalam aturan hukum yang memungkinkan pelaku untuk menghindarkan diri dari kewajiban mengungkapkan fakta. Contoh kasus hukum yang paling baru dan jelas adalah upaya penyelidikan pada kasus pelanggaran HAM yang berat Kerusuhan rasial 13-15 Mei 1998.
  1. Sikap para penanggung jawab keamanan Jakarta yang tergabung dalam Operasi Mantap Jaya, Gubernur DKI Jakarta: Mereka semua menolak untuk memberikan kesaksian dengan alasan bahwa perlu ada rekomendasi dari DPR RI untuk mengungkap kasus pelanggaran HAM yang berat di masa yang lalu.
  2. Sikap beberapa aparat militer dan saksi yang menolak bersaksi karena menjaga nama baik korps atau merasa tidak ada jaminan keamanan;
  3. Sikap pihak kepolisian yang menolak memberikan keterangan apapun mengenai kasus ini, pertama karena mengikuti pandangan bahwa belum ada rekomendasi DPR RI dan kedua mengingat pengalaman mereka yang “dikorbankan” dalam kasus yang lain.
Kasus ini masih mandek di Kejaksaan Agung sampai sekarang (belum disidik). Dua hari yang lalu Kejaksaan Agung menyatakan  itikad untuk membuat gelar perkara kasus Mei 1998. Namun itikad  ini pun patut kita pertanyakan hakikatnya. Seandainya benar gelar kasus adalah untuk mengungkap kebenaran – menggelar kebenaran, mengapa proses ini akan dilaksanakan tanpa melalui prosedur yang sewajarnya. Sampai saat ini Kejaksaan Agung belum memanggil seorang pun untuk bersaksi. Kebenaran macam apa yang mau diungkapkan pada saat para pihak yang terlibat dalam perkara tidak dihadirkan? Saya lebih melihat upaya itu justru untuk mengaburkan kebenaran, apalagi tujuan yang diungkapkan pihak Kejaksaan Agung adalah melihat esensi  tanggung jawab komando dalam kasus Mei 98! Kejaksaan Agung kemudian mengambil sikap pasif, menunggu terbentuknya Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.

Namun terbentuknya Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi ini sepertinya tidak akan mengubah hakikat problem pengungkapan kebenaran.  Setidaknya ada beberapa problem besar yang akan kita hadapi:
  1. keamanan para saksi, pelaku atau korban:  Masalah keamanan ini terus menerus menjadi masalah yang tidak selesai. Banyak kasus di mana pelaku yang tertangkap langsung dibakar massa. Hal ini tentu menjadi hal yang diperhitungkan pelaku. Banyak kasus itu di mana korban tidak berani bicara mengungkapkan fakta kebenaran. Mereka beranggapan bahwa pengungkapan fakta kebenaran tidak rasional karena tidak disertai dengan jaminan keselamatan jiwa mereka.
  2. Makna “menjaga nama baik korps” yang lebih banyak diartikan untuk tidak bicara apapun yang negatif mengenai korps, walau itu adalah kebenaran.
  3. Kepentingan Negara, lembaga atau pribadi yang bersangkutan ke depan. Negara lebih memilih menyatakan bahwa kasus Mei 1998 tidak ada pada dunia internasional daripada mengakui bahwa kasus itu ada dan sedang diupayakan penyelesaiannya. Laporan Pemerintah Indonesia pada PBB justru menggambarkan betapa indahnya kehidupan di negara kita ini: tidak ada diskriminasi rasial, semua hidup dengan rukun gotong royong. Yang ada hanyalah kesenjangan ekonomi. Nama baik untuk banyak pihak adalah  hal yang terpenting, apalagi bila kebenaran yang diungkapkan individu itu dianggap menyangkut nama baik keluarga atau klan.

II. Menilai kebenaran

Banyak orang yang melakukan pembunuhan pada orang-orang yang dicap komunis pada tahun 65 sampai tahun 70-an menilai bahwa perbuatannya adalah kebenaran Banyak alasan yang dijadikan pembenaran: orang yang dibunuh anti Tuhan, menghianati ideologi negara , orang itu telah membunuh 7 jenderal, membela diri atau di bawah perintah. Pembunuhan yang terjadi bukan hal yang disesali sampai sekarang. Tetap ada kebanggaan dengan perbuatannya. Saya pernah bertemu dengan sekelompok orang yang dengan bangga menyatakan siap membunuh seperti  pada masa yang lalu  mereka lakukan.

Bisa dibayangkan sejumlah besar pelaku pembunuhan membuat pengakuan dengan tanpa disertai rasa penyesalan di Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.  Bukan tidak mungkin bahwa Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi justru menjadi ajang saling menuduh dan menyalahkan.

Namun proses hukum itulah yang tersedia. Proses hukum ini amat terbatas. Sebatas menerima pengakuan para pihak, mengklarifikasi dan meneruskan ke prosedur pemberian kompensasi, restitusi atau rehabilitasi. Itu pun sebatas perkara yang dianggap pelanggaran HAM yang berat. Namun perpecahan, konflik, stigma, prasangka yang hidup dan mengakar di masyarakat jauh lebih besar dan kompleks.

III. Menghargai Perbedaan Manusia

Tuhan menciptakan manusia sungguh unik. Keunikan yang indah, yang membuat manusia berbeda satu sama lainnya. Keindahan perbedaan ras, jenis kelamin, umur, budaya atau agama seharusnya memperkaya kita. Namun dalam kenyataannya kita justru kaya dengan konflik dan pengalaman pahit, pada beberapa kelompok lahir sentimen dan bahkan dendam. Dr. Budiono Kusumohamidjoyo sempat berujar bahwa”Masyarakat Indonesia termasuk di antara  masyarakat yang paling problematis di dunia”.

Selama ini kita dikotak-kotakkan kerena keunikan kita. Komunikasi tidak terjalin secara sehat karena kita dibiasakan untuk tidak bertanya apapun, tidak merdeka pun dalam berpikir. Terlalu banyak pengalaman menakutkan di masa lalu yang membuat masyarakat bukan hanya takut mengungkapkan kebenaran, tapi juga berpikir bahwa tidak ada gunanya melawan. Semua sudah tersistem, karenanya sistem politik hukum yang harus diubah. Namun politik dan hukum sesungguhnya lahir dari budaya masyarakat.

Bila masyarakat diam, memilih menerima segala bentuk diskriminasi, kekerasan militer atau pelanggaran hukum, maka itu menjadi sistem yang langgeng dan terus bertambah kuat.

Penting bagi kita mengingat hasil Kongres Kebudayaan di Bukittinggi 22 Oktober 2003 setahun yang lalu.  Setidaknya 3 hal penting berkaitan dengan problem rekonsiliasi  telah direkomendasikan:
  1. Kongres mendesak agar digali kearifan  maupun nilai-nilai yan gterdapat  di dalam warisan budaya untuk dikembangkan terus dala mmasyarakat yang multikultural dengan memperhatikan  peraturan dan undang-undang hak cipta, serta mendukung  upaya perlindungan hak yang dimiliki  secara tradisional;
  2. Kongres menyarankan reposisi dan reinterpretasi kritis  terhadap adat dan tradisi  yang mengandung potensi integrasi dan disintegrasi;
  3. Kongres  menyarankan  agar pemahaman multikultural  dilakukan  melalui pendidikan  dalam arti luas, baik melalui pendidikan formal, keluarga, media massa dan pranata sosial lainnya.
Masih ada 14 butir  rekomendasi dari kongres setahun yang lalu yang kesemuanya harus berhadapan dengan realitas sosial di masyarakat. 

Rekonsiliasi mungkin bisa kita bedakan menjadi dua hal, secara struktural dan kultural.  Rekonsiliasi struktural adalah segala upaya pengungkapan kebenaran dan menyelesaikan problem hukum yang berkaitan dengan pelanggaran HAM yang dilakukan secara struktural. Sedangkan yang dimaksud di sini dengan rekonsilasi kultural adalah rekonsiliasi akar rumput di antara pihak-pihak dalam masyarakat yang sempat terlibat dalam konflik.

Blitar Selatan merupakan contoh kasus yang menarik untuk memotret kerumitan upaya rekonsiliasi akar rumput:
  • Januari 2001 dimulai investigasi untuk mengungkap kebenaran peristiwa Operasi Trisula 1968;
  • Maret  2002 penduduk desa Kedunganti Blitar Selatan mulai membuka pikiran dan hati mereka untuk peduli terhadap para korban pembunuhan akibat Operasi Trisula 1968;
  • Agustus  2002 diadakan pengangkatan batu-batu yang menutupi kerangka korban Operasi Trisula 1968;
  • Agustus 2002 Bupati Blitar melarang kegiatan  fact finding dilakukan. Beberapa ormas pun membuat pernyataan bahwa mereka siap bertaruh jiwa raga untuk menghadapi siapapun yang membangkitkan komunis di Blitar.
  • Pebruari 2003 Bupati Blitar dan sejumlah ormas melarang dilakukannya pelayanan medis untuk penduduk miskin di Kedunganti dengan pernyataan bahwa mereka adalah eks PKI (dalam media massa);
  • Agustus 2004 beberapa pemimpin agama di Blitar menyatakan bahwa menguburkan kembali dengan prosesi keagamaan pada orang yang sudah meninggal adalah perbuatan baik;
  • September 2004 Bupati dengan didukung oleh beberapa ormas dan puluhan penduduk desa Lorejo melarang kembali semua kegiatan yang berkaitan dengan penelitian, publikasi dan segala kegiatan yang berkaitan dengan pembunuhan tahun 1968.
Dalam kondisi pemerintahan dan masyarakat yang demikian tidak akan mungkin kita mencari penyelesaian hanya dengan mengandalkan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi atau menunggu peran pemerintah.  Keaktifan menggali kearifan  maupun nilai-nilai yang terdapat  di dalam warisan budaya masyarakat sepertinya adalah hal yang harus diperhitungkan untuk para pihak bisa duduk bersama untuk mengikis prasangka dan mencari solusi masalah pelanggaran berat hak asasi manusia yang telah terjadi. Sepertinya kita perlu menurunkan butir rekomendasi menjadi kerja kongkrit terfokus untuk bisa bicara dan bekerja menyentuh danmengungkap kebenaran.***